Selasa, 08 Maret 2011

RASULULLAH SEBAGAI SURI TAULADAN DALAM MEMBANGUN KELUARGA SAKINAH-MAWADDAH-WAROKHMAH (SEBUAH RENUNGAN)



Oleh:
Nandang Hidayat

Semua umat muslim pasti sangat menghendaki memiliki keluarga yang sakinah-mawaddah-warokhmah. Dalam upaya membangun keluarga sakinah-mawaddah-warokhmah, hendaknya kita  mempelajari bagaimana riwayat kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkait dengan kehidupan keluarganya, karena beliau adalah panutan kita, suri tauladan dalam segala aspek kehidupan bagi semua umat muslim.

Keagungan Akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Keluarga sakinah - mawaddah - wa rohmah adalah dambaan bagi setiap umat muslim.  Karena keluarga demikian akan membawa pada ketenangan jiwa, lahir, dan bathin, bagi yang menjalaninya. Keluarga demikian, akan membawa kebahagiaan dalam kehidupan di dunia dan akhirat.
Untuk mewujudkan keluarga sakinah - mawaddah - wa rohmah, bukanlah perkara mudah, namun bukan berarti pula tidak bisa dicapai. Semua keluarga muslim sangat mungkin bisa membangun keluarga sakinah - mawaddah - wa rohmah, apabila kedua insan yang membangun bahtera rumah tangga tersebut sepakat dan istikomah untuk menjalankan bahtera rumahtangganya sesuai dengan tuntunan Rasulallah. Untuk itu,  menjadi suatu kewajiban bagi setiap muslim yang menginginkan kebahagiaan dalam berumah tangga, untuk mempelajari secara seksama, jejak kehidupan berumah tangga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaiman firman Allah Subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Qur`an:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ اْلآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al-Ahzab: 21).
Allah Subhanahu wa ta’ala telah menyatakan tentang keagungan akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana diungkapkan di dalam firman-Nya:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4).
Surat tersebut mengisyaratkan kepada kita bahwa Allah S.W.T. telah menjamin keagungan dari akhlaq atau budi pekerti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi semua umat muslim untuk tidak menjadikan beliau sebagai suri teladan dalam kehidupan.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلَاقِ. -وَفِي رِوَايَةٍ- إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلَاقِ

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang mulia.” (HR. Al-Imam Ahmad di dalam Musnad (2/318) dan Al-Imam Al-Bukhari di dalam Al-Adab no. 273 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

كَانَ رَسُولُ اللهِ أَحْسَنَ النَّاسِ خُلُقًا

Rasulullah adalah orang yang paling bagus akhlaqnya.” (HR. Al-Bukhari no. 6203 dan Muslim no. 659 dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu).
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh HR. Al-Bukhari dan Muslim, dikisahkan Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata kepada saudaranya tatkala datang berita diutusnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Pergilah engkau ke lembah itu dan dengar apa ucapannya.” Kemudian beliau menyampaikan:

رَأَيْتُهُ يَأْمُرُ بِمَكَارِمَ اْلأَخْلَاقِ

Aku melihat dia memerintahkan kepada budi pekerti yang baik.” (HR. Al-Bukhari no. 3861 dan Muslim no. 2474).
Hisyam bin ‘Amir berkata kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Wahai Ummul Mukminin, beritahukan kepadaku tentang akhlaq Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tidakkah kamu membaca Al-Qur`an?” Hisyam bin Amir berkata: “Iya.” ‘Aisyah berkata:

كَانَ خُلُقُ نَبِيِّ اللهِ الْقُرْآنُ

Akhlaq Nabiyullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Al-Qur`an.” (HR. Muslim no. 746)
Kompleksitas kehidupan dengan berbagai pernik-perniknya, menyebabkan banyak orang terperosok keluar dari tuntunan agama Islam. Mereka itu adalah orang-orang yang tidak menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan dalam mengarungi kehidupannya. Mereka yang lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan fisik semata, sehingga ruhaninya atau qolbunya terbelenggu oleh dorongan hawa nafsu fisiknya. Fisiknya telah memenjarakan qolbunya sehingga buta hatinya. Orang-orang seperti ini, pada akhirnya akan mengalami kekecewaan, kegelisahan, defresi, gundah gulana, dan penyakit psikhis lainnya, yang tidak akan membawa kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Sebaliknya, bila kita menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri teladan dalam semua tatanaan kehidupan, maka kita tidak akan mengalami kekecewaan, kegelisahan, defresi, gundah gulana, dan penyakit psikhis lainnya. Oleh karena itu, jadikanlah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri teladan dalam seluruh tatanan kehidupan kita, baik kehidupan ketika lajang (seorang diri), berumah tangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Keagungan akhlaq Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan membawa kita pada keadaan yang selalu “berbahagia di saat banyak orang dirundung kesedihan”, “hati merasa tentram di saat orang-orang dirundung kegelisahan”, “merasa terbimbing di saat semua orang tersesat”, serta “tabah, sabar, dan tawakal di saat orang lain gelisah”.
Oleh karena itu,  saudara-saudaraku kaum muslimin dan muslimah, mari kita tafakuri diri,.Kita adalah makhluk yang lemah, yang seringkali melakukan kekhilafan. Marilah kita bertaubat dan memohon ampunan-NYA, atas segala kekhilafan yang telah kita perbuat, dan berupaya sekuat tenaga untuk menjalani kehidupan ini sesuai tuntutan-NYA dengan menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai suri tauladan dalam semua tatanan kehidupan kita. Yakinkan dalam qolbu kita bahwa Allah Subhanahu wata’ala akan senantiasa memberi petunjuk kepada umat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang taat menjalankan risalahnya, sebagaimana firman-NYA:
وَإِنْ تُطِيْعُوْهُ تَهْتَدُوا
Dan jika menaatinya niscaya kalian akan mendapatkan petunjuk.(An-Nur: 54).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Kehidupan Keluaga Beliau
Kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama istri-istri beliau, merupakan sebuah gambaran kehidupan yang sangat indah yang keindahannya sulit diungkapkan dengan kata-kata. Keindahan kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diabadikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur’an yang abadi hingga hari kiamat. Oleh karen itu, setiap umat beliau yang kembali ke jalan As-Sunnah akan mengetahuinya. Setiap umat beliau yang kembali ke jalan As-Sunnah pasti akan berucap “betapa indahnya hidup bersama Sunnah Rasulullah”.
Mari kita telaah beberapa riwayat tentang indahnya kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama keluarga beliau. Keindahan kehidupan yang kesemuanya itu merupakan buah dari akhlaq yang mulia dan agung. Kisah-kisah berikut hanyalah beberapa penggal riwayat beliau, yang dimaksudkan untuk mengingatkan pada diri kita semua. Tentu saja masih banyak riwayat-riwayat beliau yang tidak terungkap dalam tulisan ini.
Riwayat-riwayat kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama keluarganya, telah disebutkan di dalam kitab-kitab As-Sunnah seperti kitab Shahih Al-Imam Al-Bukhari, Shahih Al-Imam Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasa`i dan selain mereka. Lihat beberapa riwayat dalam kitab Ash-Shahihul Musnad Min Syama`il Muhammadiyyah. (1/384-420, karya Ummu Abdullah Al-Wadi’iyyah). Beberapa riwayat beliau dalam keluarganya diuraikan secara singkat berikut ini.

1.      Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kelembutan beliau bersama istri-istrinya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur satu selimut dengan istrinya, beliau mandi berduaan dan mencium istrinya sekalipun dalam keadaan berpuasa, serta bercumbu rayu sekalipun dalam keadaan haid, sebagaimana hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dalam riwayat Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 1807) dari Hafshah radhiyallahu ‘anha dan datang pula dari hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari (no. 1928) dan Muslim (no. 1851):
كَانَ رَسُولُ اللهِ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ
“Rasulullah mencium (istrinya) dalam keadaan beliau berpuasa.”
Bahkan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha (HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 322 dan Muslim 444) bercerita kepada Zainab putrinya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menciumnya dalam keadaan beliau berpuasa, dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha pernah mandi bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sebuah bejana dalam keadaan junub.

2.      Rasulullah menyenangkan istrinya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyenangkan istrinya dengan sesuatu yang bukan merupakan maksiat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana riwayat dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Aku melihat Rasulullah menutupi aku dengan selendangnya, dan aku melihat kepada anak-anak Habasyah yang sedang bermain di masjid hingga akulah yang bosan.” (HR. Al-Bukhari)

3.      Berbincang-bincang bila memiliki kesempatan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak berbincang-bincang istrinya disaat beliau memiliki kesempatan sesempit apapun. Sebagaimana dalam riwayat dari sahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Rasulullah shalat dalam keadaan duduk dan membaca dalam keadaan duduk. Dan bila masih tersisa dalam bacaannya sekitar 30 atau 40 ayat, beliau berdiri dan membacanya dalam keadaan berdiri. Kemudian beliau ruku’ dan sujud. Dan beliau lakukan hal itu pada rakaat kedua bila beliau menunaikan shalatnya. Jika aku bangun, beliau berbincang-bincang denganku dan bila aku tidur beliau juga tidur.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

4.      Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyenangkan istrinya
Kisah berikut ini merupakan gambaran betapa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyayangi istrinya dan berupaya menyenangkan istrinya. Ungkapkan kasih sayang beliau kepada istrinya dilakukan dengan berbagai cara. Sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha:

أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِي سَفَرٍ قَالَتْ: فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ عَلَى رِجْلَيَّ، فَلَمَّا حَمِلَتِ اللَّحْمُ فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِي، قَالَ: هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ
“Tatkala dia bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan, dia berkata: ‘Aku berlomba lari dengan beliau dan aku memenangkannya.’ Tatkala aku gemuk, aku berlomba (lagi) dengan beliau dan beliau memenangkannya. Beliau berkata: “Kemenangan ini sebagai balasan atas kemenanganmu yang lalu.” (HR. Abu Dawud, 7/423 dan Ahmad, 6/39)
Rasulullah menyenangkan istrinya dengan cara minum dari bekas mulut istrinya dan makan dari bekas tempat makan istrinya, sebagaimana riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. (HR. Muslim no. 300).
5.      Khidmat (pelayanan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rumah tangga
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membantu pekerjaan rumah tangganya disaat beliau ada waktu. Sebagaimana diriwayatkan dari Aswad, dia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Apa yang diperbuat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam rumahnya?” Dia berkata: “Beliau selalu membantu keluarganya, dan bila datang panggilan shalat beliau keluar menuju shalat.” (HR. Al-Bukhari no. 676, 5363 dan Ahmad, 6/49).
Riwayat ini merupakan suri tauladan bagi semua umat beliau, terutama kaum laki-laki. Membantu pekerjaan istri di rumah merupakan kewajiban yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
6.      Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersenda gurau dengan istrinya
Bersenda gurau dengan istri merupakan cara untuk menjaga keharmonisan dan menumbuhkan kasih sayang diantara keduanya. Hal ini dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana riwayat dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersenda gurau dengan istrinya dengan menyebutkan satu sifat yang ada pada diri sang istri.” (HR. Al-Bukhari no. 5228 dan Muslim no. 4469).
7.      Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam cemburu melebihi kecemburuan para sahabat beliau.
Cemburu merupakan sifat manusiawi. Semua orang akan merasa cemburu manakala pasangan hidupnya ada yang mengganggu. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sifat sangat pencemburu, sebagaimana diriwayatkan dalam hadist berikut:
قَالَ سَعْدُ بْنِ عُبَادَةَ: لَوْ رَأَيْتُ رَجُلاً مَعَ امْرَأَتِي لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصْفَحٍ. فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صلى الله عيه وسلم فَقَالَ: أَتَعْجَبُونَ مِنْ غِيْرَةِ سَعْدٍ؟ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّي
Sa’d bin ‘Ubadah berkata: “Jika aku menjumpai seseorang bersama istriku niscaya aku akan memenggalnya dengan pedang pada sisi yang tajam.” Sampailah ucapan itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: “Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’d ? Sungguh, aku lebih cemburu darinya, dan Allah lebih cemburu dariku.” (HR. Al-Bukhari no. 6846 dan Muslim no. 2754).
Beberapa riwayat di atas merupakan contoh yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,yang patut kita tauladani. Menauladani kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan wujud taqarrub kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, dan bukan semata-mata untuk mengejar kebahagiaan dunia.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu berkata: “Apabila seseorang mempergauli istrinya dengan cara yang baik, janganlah semata-mata hanya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia semata. Bahkan hendaknya dia berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dengan melaksanakan apa yang diwajibkan atasnya. Masalah ini terlalaikan dari banyak orang. Dia berniat hanya melanggengkan pergaulannya semata dan dia tidak berniat untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Maka hendaklah setiap orang mengetahui bahwa dia sedang melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa ta’ala: ‘Dan pergaulilah mereka dengan cara yang baik’.” (Asy-Syarhul Mumti’, 5/357).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar