Minggu, 12 April 2009

HAKIKAT SAINS

Pengertian Sains

Mendefinisikan sesuatu yang kompleks seperti halnya sains dalam satu kalimat pendek, sederhana, dan berlaku universal sangatlah sulit, namun beberapa ahli telah mencobanya. Definisi sains yang merefleksikan pendekatan yang diterima secara umum dalam pendidikan sains saat ini adalah : “sains merupakan suatu
pembelajaran yang terakumulasi dan sistimatik tentang fenomena alam. Kemajuan sains ditandai bukan hanya oleh suatu akumulasi fakta, tetapi oleh berkembangnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.”[1] Jadi sains merupakan proses belajar yang dilakukan manusia untuk mempelajari fenomena-fenomena alam sehingga menghasilkan sekumpulan fakta yang menuntun pada penemuan berbagai konsep, prinsip, generalisasi, teori, dan hukum tentang alam sebagai wujud dari produk sains. Pengumpulan fakta dilakukan melalui proses yaitu metode ilmiah dan sikap ilmiah yang memungkinkan keduanya berkembang seiring dengan perkembangan pemahaman manusia tentang alam.
James B. Conant, seorang ilmuwan bekebangsaan Amerika mendefinisikan sains sebagai : “… adalah serangkaian skema konsep-konsep dan konseptual yang telah dikembangkan sebagai suatu hasil eksperimen dan pengamatan yang mendorong dilakukannya eksperimen dan pengamatan lebih lanjut”[2]. Seperti halnya definisi pertama, definisi kedua pun menekankan bukan hanya pada produk sains tetapi juga pada proses sains yaitu eksperimen dan pengamatan sebagai suatu bentuk metode ilmiah yang juga di dalamnya terkandung sikap ilmiah. Produk sains yang telah ditemukan mendorong untuk dilakukan eksperimen dan pengamatan lebih lanjut sehingga memungkingkan berkembangnya metode ilmiah, sikap ilmiah, dan produk sains itu sendiri.
Istilah proses atau metode, pengamatan (observasi), dan sistematik yang digunakan dalam difinisi sains menunjukkan adanya sifat dinamik dari sains baik dalam prinsip maupun praktik. Implikasi yang penting dari definisi sains ini adalah: (1) Sains merupakan hasil dari aktivitas manusia melalui proses sistematik yang disebut metode ilmiah yang didasari oleh sikap ilmiah; (2) Sains memiliki otoritas yaitu observasi. Oleh karena itu, sains memiliki keterbatasan, segala yang ada di luar jangkauan indra manusia sebagai alat observasi berada di luar batas sains.
Berdasarkan kajian terhadap dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sains pada hakikatnya meliputi tiga unsur, yaitu:

1. Sikap : Keyakinan, nilai, pendapat, dan aspek afeksi lainnya yang melekat pada diri individu yang aktualisasinya ditunjukkan oleh caranya dalam berpikir, bersikap, dan bertindak.. Misalnya tidak tergesa-gesa menyimpulkan tanpa didukung oleh data yang cukup dalam memecahkan masalah.
2. Proses atau metode : Proses penyeledikan yang dilakukan untuk memecahkan masalah. Misalnya merumuskan hipotesis, merancang dan melakukan eksperimen, mengevaluasi data, mengukur dan lain sebagainya.
3. Produk : Fakta-fata, prinsip-prinsip, hukum-hukum, teori-teori, dan lain sebagainya sebagai kesimpulan dari serangkaian hasil proses ilmiah. Misalnya prinsip ilmiah : Logam akan memuai jika dipanaskan.
Para ilmuwan mempelajari fenomena alam melalui aktivitas pengamatan, eksperimen, dan analisis rasional. Mereka berpegang pada sikap-sikap tertentu, misalnya mencoba untuk objektif selama mengumpulkan dan mengevaluasi data. Mereka juga melakukan berbagai variasi eksperimen dan prosedur-prosedur statistika dalam upayanya mengklarifikasi misteri-misteri alam raya. Melalui kegiatan tersebut mereka berhasil membuat berbagai penemuan (discovery), dan penemuan-penemuan tersebut menjadi produk dari sains. Gambar 3 mencoba menjelaskan saling keterkaitan antara berbagai bagian dari kegiatan penemuan produk sains.

Sikap Ilmiah
Rasa Ingin Tahu tentang GeJala Alam
Sains berawal dari keinginan dan kebutuhan manusia yang mendorongnya untuk mencari jawaban rasional terhadap sejumlah pertanyaan yang memenuhi benak mereka. Misalnya, para pendaki gunung melakukan pendakian sejumlah gunung di berbagai tempat karena mereka ingin tahu, anak kecil asik bermain pasir di pantai dan mereka menemukan tekstur, warna, ukuran, rasa dari pasir karena hamparan pasir yang dilihatnya menggugah rasa ingin tahu mereka, seorang ilmuwan mempelajari alam karena ia ingin tahu dan senang melakukannya. Jadi, mereka melakukan aktivitas itu semua didasari motivasi yang sama yaitu rasa ingin tahu (curiousity) yang mendorong mereka melakukan penyeledikan untuk mencari jawaban atas sejumlah pertanyaan yang ingin diketahui jawaban rasionalnya. Tanpa adanya sikap ini, penemuan dan penyelidikan ilmiah (scientific inquiry) tidak akan pernah ada.
Para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan seringkali tidak menyadari akan manfaat yang dihasilkan dari penemuannya serta tidak pernah puas dengan pengetahuan baru yang ditemukannya. Bagi mereka, terpenuhinya rasa ingin tahu merupakan kebahagiaan dan penghargaan (reward) yang tak ternilai bagi dirinya.

Rendah Hati dan Skeptis
Ilmuwan, karena ketidak-pernah-puasnya untuk mengetahui, menjadikannya belajar terus menerus: bebas untuk mencari tahu, bebas mewujudkan rasa ingin tahunya, dan bebas melakukan inkuiri. Ada semangat untuk mencari tahu, sehingga penyelidikan demi penyeledikan terus dilakukan. Makin banyak yang diketahui dan ditemukannya, makin merasa sedikit pengetahuannya. Hal ini merupakan gambaran dari sikap ilmiah lainnya, yaitu rendah hati (humality) dan skeptis (skepticism).
Rendah hati merupakan sifat yang bebas dari rasa bangga dan arogan. Rasa bangga dan arogan akan membawa seseorang pada sifat cepat puas, paling tahu, dan paling benar sehingga akan menghentikan upaya mencari tahu lebih banyak dan lebih luas lagi. Rendah hati merupakan sifat yang memperlihatkan bahwa apa yang telah diketahuinya belum seberapa dibandingkan dengan luasnya pengetahuan yang belum diketahui/ditemukan. Hal ini menjadikan para ilmuwan terus menerus meningkatkan pengetahuan dan wawasannya melalui penyelidikan.

Skeptis adalah sikap ragu terhadap sesuatu gagasan atau penemuan tertentu. Sekeptis juga merupakan suatu sikap yang vital bagi seorang ilmuwan, karena keraguan akan mendorong seorang ilmuwan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Skeptisme menjadikan seorang ilmuwan tidak mau terjebak pada pemikiran-pemikiran statis seolah tidak ada gagasan alternatif lain; atau jika alternatif itu muncul ia mencoba untuk mengevaluasinya secara objektif. Authorianisme adalah musuh dari skeptisme dan merupakan anti-ilmiah (anti-scientific). Sikap menonjolkan keilmuan, memastikan kebenaran, dan berpendirian keras bukanlah sikap ilmiah karena akan menutup pikiran kita dari informasi baru. Sebaliknya, seorang ilmuwan tidak mudah tertipu, mudah jatuh, dan mudah meyakini informasi atau gagasan baru.

Suatu Pendekatan Positif terhadap Kegagalan
Seorang manusia cenderung menjadi kecil hati, khususnya apabila hasil kerja yang dicapai menunjukkan sedikit kemajuan atau gagal menyelesaikan suatu masalah ketika menjelang batas akhir suatu kegiatan/pekerjaan. Para ilmuwan mencoba untuk menangani masalah ini dengan mengadopsi suatu pendekatan yang realistik dalam pekerjaannya. Mereka memandang upaya-upaya mereka sebagai suatu aktivitas kontinum tanpa batas akhir. Hal penting yang mereka berikan adalah bahwa dalam bekerja mereka melihat hasil kerja sebagai suatu yang belum sempurna. Oleh karena itu, mereka bekerja secara berkelanjutan, apa yang didapat sekarang menimbulkan tantangan baru untuk dipelajari, sehingga kelak mereka akan lebih tahu tentang subjek yang dipelajari setelah mereka bekerja secara terus menerus. “Kegagalan” dalam memecahkan suatu masalah tidak berarti gagal segalanya dan tidak berarti berhenti sampai di situ. Semua pengetahuan yang diperoleh termasuk pengetahuan tentang kegagalan memiliki nilai. Kegagalan bagi seorang ilmuwan harus dipandang sebagai satu tahap dari serangkaian kegiatan penelitian panjang yang akan dijalaninya, sehingga jika sebuah penelitian menunjukkan kegagalan maka seorang ilmuwan akan berkata “… ini bukan jawaban benar yang saya cari, tetapi paling tidak saat ini saya sudah tahu bahwa ini bukan jawaban dan saya harus mencari jalan lain untuk memperoleh cara penyelesaian masalah ini”. Artinya, kegagalan sebenarnya merupakan salah satu bentuk kesuksesan, karena dari kegagalan itu kita menjadi tahu salah satu jawaban yang tidak benar, dan kegagalan merupakan informasi tambahan dari segudang informasi ilmiah yang dibutuhkan.
Satu contoh sukses besar dari sejumlah kegagalan dapat diamati dari kerja ilmiah yang dilakukan Dr. Paul Ehrlich, salah seorang penerima hadiah Nobel pada tahun 1908 dalam bidang obat-obatan (medicine) dan fisiologi. Beliau telah mengembangkan Salvarsan untuk pengobatan syphilis setelah sebanyak 605 percobaan yang dilakukannya mengalami kegagalan, dan pada percobaan ke-606 baru berhasil. Oleh karena itu, Salvarsan disebut “606” oleh Dr. Paul Erlich, karena formula tersebut ditemukannya pada urutan percobaan ke-606 dari serangkaian percobaan yang telah dilakukannya. Sebanyak 605 “kegagalan” percobaan yang dilakuan oleh Dr. Paul Ehrlich tetap memberikan kontribusi positif terhadap penelitian-penelitian bidang medis, karena dari percobaan-percobaannya itu telah dapat dikembangkan sebanyak 606 formula.[4]
Kegagalan mendorong para ilmuwan untuk mengetahui apa kesalahan yang telah dilakukannya dan berusaha menghindari agar kekeliruan tersebut tidak terulang, serta mencari arah baru dalam penelitiannya. Sikap yang memandang positif sebuah kegagalan itu sangat penting agar kita tidak terjerembab pada kesalahan yang sama secara berulang.

Objektif
Seorang ilmuwan harus manjaga agar dalam melakukan penelitian tidak bias, dan berusaha keras untuk objektif dalam setiap langkah penelitiannya untuk menemukan sejumlah kebenaran tentang alam. Seorang individu yang tidak ilmiah atau tidak objektif ditandai dengan suka memilih-milih atau memutar balikan data untuk menutupi penyimpangan/biasnya. Anda mungkin memiliki pengalaman berhadapan dengan orang yang melakukan hal ini yang dapat Anda simak dari ungkapan orang tesebut ketika berargumentasi. Sebaliknya, seorang yang ilmiah atau objektif memiliki pemikiran terbuka (open mind) dengan senantiasa mempertimbangkan data yang bertentangan dengan keyakinannya, berlandasakan pada keputusan atas bukti-bukti yang didapatnya, tidak melebih-lebihkan di luar fakta-fakta yang ada, dan menangguhkan penimbangan hingga ia memperoleh data yang memadai.
Menjadi seorang yang objektif tentu saja merupakan beban yang relatif sulit, tetapi sikap ini harus melekat erat dalam diri seorang ilmuwan. Tentu saja dari sekian banyak ilmuwan, masih ada sejumlah ilmuwan yang kurang objektif. Oleh karena itu, prosedur-prosedur pengamatan dan eksperimen serta metode-metode dari penelitian ilmiah yang telah dilaporkan berkembang dengan melibatkan waktu berabad-abad lamanya.
Berikut ini adalah dua pertanyaan yang dapat digunakan sebagai penuntun bagi seorang ilmuwan agar terjamin objektivitasnya, yaitu :
1. Seberapa tahu apa yang Anda ketahui? (Periksa validitas dari pengamatan)
2. Seberapa baik Anda mengetahui hal tersebut? (Periksa validitas dari pernyataan)
Untuk menerapkan dua pertanyaan ini secara konsisten, para ilmuwan mencoba untuk meminimalkan kesalahan-kesalahannya dalam membuat pengamatannya dan dalam pencatatan datanya. Mereka tahu bahwa datanya bisa direplikasi oleh siapapun yang mengulang pekerjaannya di bawah kondisi yang sama, hal ini tidak menjadi pertimbangan sejauh dapat dipercaya secara ilmiah. Kenyataan bahwa hasil-hasil penelitian ilmiah harus dilaporkan sehingga dapat direplikasi oleh para peneliti lain. Hal ini membuat ilmuwan lebih berhati-hati dalam menjaga akurasi datanya melalui pengamatan dan pengujian data secara cermat. Pengamatan dan pengujian data hasil ekperimen secara cermat adalah suatu usaha menjaga akurasi data dan merupakan landasan dari sains. Keinginan untuk memperoleh ketepatan dalam mengamati dan mencatat data telah meningkatkan perkembangan alat-alat saintifik (scientific instrument) secara cepat sehingga menjadi lebih canggih. Dalam banyak eksperimen ilmiah, para ilmuwan tidak lagi terlalu menyandarkan diri pada perasaan dan pengamatan indrawi untuk menperoleh data secara akurat, tetapi dibantu oleh alat-alat canggih seperti fotografi, komputer, dan data prosesor.
Sikap-sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, rendah hati, skeptis, berpikir terbuka, menghindari dogmatisme, pendekatan positif terhadap kegagalan merupakan aturan yang dipedomani oleh ilmuwan dalam melakukan penyelidikan. Sikap ilmiah ini harus dimanifestasikan oleh ilmuwan saat melaksanakan penyelidikannya. Derajat seberapa erat sikap ilmiah ini melekat pada seorang ilmuwan akan menentukan seberapa baik ia akan dapat melakukan penyeledikan ilmiahnya yang akan bermuara pada kualitas hasil penyeledikannya.

Inkuiri dan Proses Ilmiah
Inkuiri ilmiah dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai usaha mecari kebenaran atau pengetahuan (knowledge). Aktivitas dalam inkuiri ilmiah meliputi mengidentifikasi dan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis atau jawaban sementara yang bersifat rasional atas masalah tersebut, dan merancang serta melakukan penyelidikan/penelitian untuk menguji hipotesis yang diajukan. Kunci dari inkuiri ilmiah adalah pada pengajuan masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang berarti atau memiliki nilai (significan) tentang objek atau fenomena tertentu. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena adanya rasa ingin tahu yang kemudian mendorong dilakukannya proses inkuiri ilmiah untuk mencari jawaban secara rasional dan teruji secara empiris.
Sebagai ilmuwan yang sedang melakukan inkuiri ilmiah, prilaku mereka dalam melakukan aktivitas inkuirinya diarahkan oleh sikap-sikap ilmiah sebagaimana telah dikemukakan di atas. Mereka juga menggunakan metode-metode tertentu yang sering disebut proses sains. Terkait dengan kegiatan pembelajaran sains, Funk et al.[5] membagi proses sains menjadi 16 proses sains yang selanjutnya disebut keterampilan proses sains dan dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses terintegrasi. Penguasaan keterampilan proses sains dasar merupakan prasyarat dalam menguasai keterampilan proses sains terintegrasi. Keterampilan proses sains terintegrasi merupakan keterampilan-keterampilan proses sains yang membentuk kecakapan dalam memecahkan berbagai masalah.

Keterampilan Proses Sains Dasar
§ Mengamati
§ Mengklasifikasi
§ Mengkomunikasikan
§ Mangukur
§ Memprediksi
§ Menyimpulkan (inference)

Keterampilan Proses Sains Terintegrasi
§ Mengidentifikasi Variabel
§ Mengkonstruksi Tabel dari Data
§ Mengkonstruksi Grafik
§ Menjelaskan Hubungan antar Variabel
§ Mengumpulkan dan Memproses Data
§ Menganalisis Penyelidikan
§ Merumuskan Hipotesis
§ Mendefinisikan Variabel Secara Operasional
§ Merancang Penyelidikan
§ Melakukan Eksperimen

Menjadi seorang ilmuwan berarti mengejawantahkan prilaku dan sikap tersebut dalam mendekati dan mencari jawaban atas sejumlah masalah yang memenuhi benak mereka. Kaitannya dengan kegiatan pembelajaran sains di sekolah, untuk mewujudkan siswa yang memiliki kompetensi akademis yaitu kecakapan akademis berupa keterampilan melakukan inkuiri ilmiah dalam memecahkan berbagai masalah, maka orientasi proses pembelajaran sains seyogyanya bukan hanya diarahkan pada penguasaan produk atau isi (content) dari sains melainkan harus diarahkan pada pegembangan keterampilan proses sains.
Pendekatan pembelajaran sains yang diarahkan pada pengembangan keterampilan proses sains disebut pendekatan proses. Ada banyak keuntungan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran pendekatan proses, sains diantaranya:
1. Meningkatkan potensi intelektual siswa;
2. Lebih membangkitkan motivasi intrinsik daripada ekstrinsik;
3. Mengembangkan konsep diri pada diri siswa;
4. Konsep yang dipelajari tersimpan dalam memori lebih lama;
5. Meningkatkan kecerdasan sosial dan emosional;
6. Memberi kesempatan yang lebih luas kepada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi dalam proses belajar;
7. Belajar menjadi berpusat pada siswa (student centered).
Potensi intelektual seseorang hanya akan berkembang jika ia sering menggunakan otaknya untuk berpikir. Melalui pendekatan keterampilan proses sains, siswa didorong untuk melakukan aktivitas mental yang tinggi dan berusaha menemukan (discovery) konsep-konsep yang dipelajarinya sendiri. Sebagai konsekuensi dari keberhasilan siswa menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya menimbulkan getaran intelektual (intellectual thrill) dan getaran emosi (emotional thrill) dalam dirinya. Hal ini merupakan penghargaan intrinsik atau kepuasan diri yang tak ternilai bagi dirinya. Para guru sering berusaha memberikan penghargaan secara ekstrinsik tetapi sering kali tidak berhasil membangkitkan minat belajar siswa karena siswa tidak menikmati suasana belajar yang dihadapinya. jika kita menghendaki agar siswa menikmati suasana belajar yang menyenangkan maka harus direncanakan suatu sistem pembelajaran yang dapat menawarkan kepuasan intrinsik bagi para siswa. Perlu ditekankan disini bahwa hanya melalui belajar keterampilan proses sains, siswa mendapat kesempatan untuk melakukan penemuan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya. Melalui pengembangan keterampilan proses, siswa secara perlahan belajar bagaimana mengorganisir dan melakukan penyelidikan sehingga pada saatnya akan terbentuk kecakapan melakukan inkuiri ilmiah. Dengan kecakapan inkuiri ilmiah yang telah dimiliki, para siswa akan menikmati kegiatan belajar yang dijalaninya.
Aktivitas pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses sains mendorong keterlibatan mental siswa secara intens sehingga selain keterampilan proses sainsnya berkembang, juga konsep yang dipelajari dapat difahami secara lebih mendalam dan tersimpan relatif lebih lama dalam memorinya. Hal ini terjadi karena siswa tidak belajar dengan hanya mendengarkan informasi yang disampaikan guru melainkan ia melihat dan terlibat secara langsung melakukan aktivitas proses sains.
Watson dalam Carin mengemukakan bahwa satu prinsip dasar psikologi belajar adalah makin besar keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, makin tinggi kemampuan belajarnya.[6] Banyak guru yang berpikir bahwa ketika siswa belajar, mereka melakukan asimilisasi atas beberapa informasi yang disampaikannya sehingga menggiring pada dilakukannya kegiatan pembelajaran yang lebih berpusat pada guru (teacher centered). Pandangan ini terlalu sempit, karena belajar melibatkan berbagai aspek secara total yang memberi kontribusi terhadap pembentukan pribadi seseorang secara utuh. Sebagai contoh dalam pembelajaran melalui pengembangan keterampilan proses, siswa tidak hanya belajar tentang konsep dan prinsip tetapi juga belajar memahami diri, tanggung jawab, komunikasi sosial, mengendalikan emosi, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu merupakan nilai-nilai hakiki yang harus dikembangkan dalam diri siswa yang hanya bisa terjadi apabila pembelajaran berpusat pada siswa (student centered) seperti pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses. Melalui pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses sains, pemahaman siswa terhadap konsep dan prinsip yang dipelajari akan lebih mendalam karena terbuka kesempatan yang lebih luas untuk mengasimilasi dan mengakomodasi informasi yang diperolehnya sendiri melalui proses sains yang dilakukannya; selain itu, mendorong berkembangnya pemahaman diri, tanggung jawab, dan peningkatan kecerdasan sosial serta emosional siswa secara lebih baik. Hal ini mustahil terjadi apabila pembelajaran berpusat pada guru.

Jenis Pertanyaan dalam Inkuiri Ilmiah
Pertanyaan-pertanyaan yang diawali dengan “Apa”, “Bagaimana”, dan “Mengapa” merupakan pertanyaan yang sering didengar ketika para ilmuwan sedang bekerja melakukan aktivitas intelektual dan bereksplorasi dengan dunia inderawinya. Ketiga jenis pertanyaan tersebut sangat essensial dalam iinkuiri ilmiah dan merupakan fondasi dari perkembangan sains. Sains berkembang karena usaha para ilmuwan dalam menjawab ketiga jenis pertanyaan tersebut.
Pertanyaan-pertanyaan yang diawali dengan “Apa” merupakan type pertanyaan paling sederhana dan secara umum jawabannya berupa “deskripsi” tentang sesuatu. Misalnya “Apa jenis batuan ini?” atau “Apakah ular itu berbisa?” Jawaban atas pertanyaan seperti ini biasanya singkat dan seringkali terdiri dari satu kata. Meskipun demikian, pertanyaan seperti ini merupakan awal dari usaha para ilmuwan dalam membuka tabir permasalahan yang memenuhi benak mereka.
Pertanyaan-pertanyaan yang diawali dengan “Bagaimana” memerlukan tingkat inkuari yang lebih tinggi karena biasanya berkaitan dengan satu atau beberapa proses tertentu. Menjawab pertanyaan type seperti ini memerlukan pemahaman yang sangat mendalam tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan pertanyaan; dan jawabannya seringkali sangat luas. Misalnya “bagaimanakah energi panas dialirkan melalui sepotong besi?” Untuk menjawab pertanyaan seperti ini Anda harus mengetahui struktur molekul dari materi, aktivitas panas dalam suatu molekul, interaksi antar molekul, transfer energi antar satu molekul dengan molekul lain, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu menuntut terjadinya proses-proses mental tingkat tinggi. Hal ini pula yang menjadi inti dari proses pembelajaran sains.
Pertanyaan-pertanyaan yang diawali dengan “Mengapa?” merupakan bentuk petanyaan yang sangat sulit untuk mendapat jawabannya. Pertanyaan seperti ini seringkali tidak berakhir, setiap jawaban akan melahirkan pertanyaan berikutnya yang justru merupakan pertanyaan yang lebih fundamental. Sebagai contoh: Seorang anak kecil bertanya pada ayahnya, “Ayah, mengapa rumput berwarna hijau?” Sang ayah menjawab, “Karena rumput mengandung klorofil”. Mendengar jawaban tersebut, segera anak bertanya lagi, “Mengapa klorofil berwarna hijau?”. Demikian seterusnya, sehingga seringkali tidak ada ujungnya karena masing-masing jawaban atas pertanyaan tersebut akan melandasi munculnya pertanyaan berikut yang mengarah pada kemungkinan diperolehnya informasi yang merupakan konsep yang paling mendasar.
Pertanyaan-pertanyaan seperti di atas adalah jantungnya inkuiri ilmiah dan fondasi dari proses pembelajaran sains. Oleh karena itu, dalam pembelajaran sains, guru harus memiliki keterampilan proses sains sekaligus mampu membelajarkan keterampilan proses sains tesebut kepada anak didiknya. Dengan cara demikian, anak didik akan memiliki keterampilan proses sains yang dapat mengantarkan mereka pada kemungkinan memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi benak mereka atas usahanya sendiri. Hal ini sekaligus akan memelihara sifat rasa ingin tahunya.

Produk Sains
Didikasi para ilmuwan yang sangat gigih dalam mengembangkan ilmu yang digelutinya yang telah berlangsung selama berabad-abad menghasilkan sejumlah informasi bermakna bagi kehidupan umat manusia di muka bumi. Informasi-informasi tersebut berupa: konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori dari berbagai bidang ilmu. Kesemua informasi bermakna tersebut merupakan produk dari sains.
Konsep adalah gagasan atau ide yang digeneralisasikan dari pengalaman-pengalaman tertentu dan relevan kemudian diberi nama atau label. Suatu konsep memiliki ciri-ciri atau atribut-atribut khas yang melekat pada konsep tersebut sehingga dapat dibedakan dari konsep lainnya. Misalnya: kursi adalah konsep dengan atribut khas yang melekat pada konsep kursi adalah memiliki alas untuk duduk dan berkaki sehingga bisa berdiri secara stabil. Bagaimana bentuk, ukuran, warna, jumlah kaki dan atribut-atribut lainnya bukanlah atribut khas, karena atribut-atribut itu bisa saja dimiliki oleh konsep lain selain kursi. Contoh konsep lainnya adalah: tanaman, sel, arus listrik, binatang, dan suara. Mudah difahami bukan? Silahkan Anda sebutkan contoh-contoh konsep lainnya dan sebutkan atribut-atribut khas yang melekat pada konsep tersebut.
Prinsip ilmiah adalah generalisasi yang melibatkan beberapa konsep yang berhubungan. Sebagai contoh, “logam memuai jika dipanaskan”. Pernyataan ini mengandung tiga konsep yang berhubungan, yaitu logam, panas, dan memuai. Mudah difahami bukan? Dapatkah Anda berpikir dan memberi contoh prinsip-prinsip ilmiah lainnya?
Teori adalah sekumpulan prinsip-prinsip ilmiah yang luas dan saling berhubungan yang dapat menjelaskan beragam fenomena ilmiah. Fungsi dari teori-teori ilmiah adalah menjelaskan, menghubungkan, dan memprekdiksi perbedaan temuan-temuan hasil ekperimen dan pengamatan (observasi) dengan cara-cara yang sangat sederhana dan sangat efisien. Sebagai contoh, jika kita tidak memiliki teori tentang gravitasi, kita tidak mungkin dapat pergi dan menginjakkan kaki di bulan karena tidak mungkin dapat menentukan berapa besar energi yang dibutuhkan untuk mengimbangi gravitasi antara bumi dengan bulan. Evolusi, struktur sel, dan struktur molekul adalah contoh-contoh teori ilmiah. Mudah-mudahan Anda dapat memahami apa yang dimaksud teori ilmiah dari uraian singkat di atas. Selanjutnya cobalah identifikasi teori-teori ilmiah lainnya yang Anda ketahui.

Tujuan Pembelajaran Sains
Setelah kita mengupas tentang hakikat sains sebagaimana dipaparkan di atas, maka jelaslah bahwa sains tidak terbatas hanya pada pengertian sains sebagai produk, melainkan sains juga berkaitan dengan proses dan sikap ilmiah. Sains berkembang karena ditunjang oleh kemajuan para ilmuwan dalam melakukan proses-proses sains serta komitmennya untuk senantiasa mengedepankan sikap ilmiah dalam menyelesaikan tugas-tugas ilmiahnya.
Kaitannya dengan proses pembelajaran sains, maka barangkali kita sependapat bahwa pembelajaran sains yang hanya berorientasi pada sains sebagai produk adalah sebuah kekeliruan. Pembelajaran sains dengan kurikulum sains yang berbasis pada isi (content) yang menekankan pada penguasaan berbagai konsep, prinsip, dan teori tentang sains tanpa didukung oleh pengembangan keterampilan proses sains dan sikap ilmiah, akan menyebabkan penguasaan peserta didik terhadap sains menjadi dangkal. Selain itu, pembelajran sains demikian, tidak akan mampu melahirkan sosok ilmuwan masa depan yang tangguh. Sosok ilmuwan yang memiliki bekal pengetahuan, keterampilan proses, dan sikap ilmiah yang memadai. Pembelajaran sains yang demikian, pada gilirannya akan menyebabkan perkembangan sains akan mengalami kemandekan (stagnant). Meskipun pendidikan sains tidak bermaksud untuk melahirkan ilmuwan, tetapi akan lebih baik hasilnya apabila sains diajarkan sesuai dengan hakikat sains itu sendiri.
Mencermati hal tersebut, maka selayaknya kita perlu secara arif melakukan reorientasi tujuan pembelajaran sains selaras dengan hakikat sains itu sendiri. Kesadaran dan keyakinan kita akan hakikat sains harus menjadi dasar pijakan dalam menyelenggarankan pembelajaran sains. Selaras dengan hakikat sains, maka tujuan pembelajaran sains harus secara terintegrasi meliputi ketiga matra sains sebagaimana telah dikupas di atas, yaitu: (1) Sains sebagai produk; Pembelajaran sains harus dilselenggarakan dengan tujuan agar peserta didik memahami dan menguasai secara mendalam konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang essensial sebagai dasar untuk dapat menguasai produk-produk sains yang lebih kompleks. (2) Sains sebagai proses; Pembelajaran sains juga harus beorientasi pada tujuan untuk mengantarkan peserta didik kepada penguasaan keterampilan proses sains, baik keterampilan proses dasar, maupun keterampilan proses terintegrasi. (3) Sains sebagai pembentukan dan pengembangan sikap ilmiah; Pembelajaran sains juga harus terarah pada tujuan agar bertumbuh dan berkembangnya sikap ilmiah pada diri peserta didik.
[1] “Science” , The Columbia Encyclopedia, 3d ed. (Washington D.C.: National Science Teachers Association, 1963), p. 1990.
[2] James B. Conant, Science and Common Sense (New Haven, Conn.: Yale University Press, 1951), p. 25.
[3] Arthur A. Carin dan Robert B. Sund, Teaching Science throught Discovery (Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company, 1975), p. 5.
[4] Arthur A. carin, op. cit., p. 7.
[5] H. James Funk, et al., Learning Science Process Skills (Boulevard: Kendall/Hunt Publishing Company, 1979), pp. 2 – 179.
[6] Arthur A. carin, op. cit., p. 101.

2 komentar: